Arie Sujito Tak Pernah Berhenti Memperjuangkan Tradisi Kritis

3071

Baca juga: Keadilan Sosial bagi Anak Penderita HIV/AIDS

Kampus bagi Arie sering menjadi tempat yang kondusif untuk membangun pemikiran-pemikiran kritis dan menyemai idealisme.

Orde baru menempatkan organisasi kemahasiswaan sekadar formalitas dan sebagai alat untuk mengendalikan.

“Karena UGM selalu menjadi tolok ukur, kami kemudian membuat gebrakan demokrasi kampus. Waktu itu sangat sulit untuk menemukan demokrasi, sangat terbatas di era orde baru,” jelas dosen yang saat ini menjabat sebagai  Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat, Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) ini.

Namun, Arie bersama kawannya kerap mendapatkan dukungan aktivis jaringan kampus dari berbagai tempat.

Semasa mahasiswa, Arie mengembangkan pikiran-pikirannya terus-menerus.

”Pada 1996 banyak terjadi peristiwa dan segala macam perubahan, kemudian pada 1997 terjadi krisis ekonomi, berlanjut pada 1998 terjadi reformasi, dan Saya menjadi bagian dari proses itu,” ungkapnya.

Menurut Arie, masa mahasiswa merupakan era yang memberi kesempatan semua orang untuk terus mengembangkan idealisme, dan itu masih ditempuh Arie hingga sekarang menjadi akademisi di almamaternya.

Baca juga: Mengontrol Pengeluaran Jelang Tahun Baru

Selepas menjadi mahasiswa pada 1997 pun, Arie masih aktif ke kampus membantu dosen-dosen seniornya di sebuah pusat studi dan masih mengorganisir para aktivis gerakan 1998.

Berjuang di Tengah Politik yang Otoriter

Memasuki dunia karier, Arie sempat tertarik bekerja menjadi wartawan, tetapi dia lebih memilih tawaran dari seniornya untuk bergabung dengan Departemen Sosiologi.

Menurutnya, di manapun bisa berjuang, namun menjadi intelektual kampus lebih memungkinkan menjaga idealisme karena komunitas berpengathuan yang begitu kuat.

Itulah bagian bentuk perjuangan bersama untuk mewujudkan perubahan.

Namun, prosesnya untuk diajukan sebagai dosen pada saat itu tidak berjalan mulus.

Di penghujung orde baru pun, masih terasa penyensoran terhadap para aktivis.

“Pengajuan diri Saya untuk diproses menjadi dosen sempat tidak diindahkan. Proses-proses inilah yang membuat kita harus pintar-pintar berjuang saat itu,” ujarnya.

Baca juga: Menikmati Kolaborasi Musik Gamelan dan Masa Kini ROAR GAMA 4.0