Arie Sujito Tak Pernah Berhenti Memperjuangkan Tradisi Kritis

3062
Setiap nafas adalah perjuangan. Sekecil apapun kita harus mendapatkan makna. Foto: Kinanthi
Setiap nafas adalah perjuangan. Sekecil apapun kita harus mendapatkan makna. Foto: Kinanthi

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Minat dan ketertarikan terhadap isu-isu sosial mendorong Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si. (47), mengambil jurusan Sosiologi pada 1991, dan dia merasa tidak salah pilih.

Hal tersebut dibuktikan dengan perasaan senang selama belajar sampai akhirnya Arie berkarier sebagai akademisi, yang konsen di isu-isu tentang desa, politik, dan gerakan sosial.

“Saya enjoy dengan lingkungan dan aktivis di FISIPOL yang relatif ada chemistry. Ada sesuatu yang membuat kegiatan mengkaji realitas sosial dengan pendekatan sosiologi sangat menantang. Banyak teori yang menarik, yang bisa kita jadikan sebagai alat analisis atas situasi tertentu,” ujar Arie.

Aktivis Kampus

Meskipun demikian, pembelajaran yang Arie dapat tidak semata-mata dari kelas.

Pengetahuan lebih mendalam tentang sosiologi dan politik, kata Arie, lebih banyak dia dapatkan di luar kelas.

Misalnya lewat kelompok studi dan organisasi mahasiswa, atau komunitas tertentu yang pertemenannya mempengaruhi cara pandangnya.

Komunitas gerakan mahasiswa mempengaruhi pemikirannya.

Baca juga: Berbagai Ide Bisnis Jelang Natal dan Tahun Baru

Arie mengaku menjadi aktivis sepanjang masa kuliahnya.

Dia aktif di pers kampus Sintesa, Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa UGM, serta kegiatan organisasi keagamaan.

Kemudian dia juga menekuni kegiatan olahraga pencak silat di UKM Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).

“Pada zaman itu kira-kira tahun 90-an, dunia politik kita masih ditandai oleh sistem yang otoriter. Kampus nggak punya ruang gerak yang cukup memadai. Nah, proses berpengetahuan dan interaksi sosialku itu membentuk kesadaran kritis untuk tidak sekadar beraktivitas, tetapi juga membangun idealisme, rasa pemihakan pada keadilan dan demokrasi,” ujar pria asal Madiun, Jawa Timur ini.

Membuat Gebrakan Demokrasi Kampus

Arie bersama kawan-kawannya pada penghujung 1994 membubarkan Senat Mahasiswa dan mendirikan Dewan Mahasiswa UGM.

Kala itu muncul berbagai pro dan kontra, bahkan menjadi isu nasional.

Tetapi sebagian kelompok aktivis senat masih mempertahankan posisinya.

Baca juga: Peringati Dies Natalis ke-70 UGM, Kagama Pemalang Gelar Donor Darah