Antropolog Amerika: Indonesia Negara Paling Demokratis

548
Prof. Robert W. Hefner.(Foto: MediaIslamia)
Prof. Robert W. Hefner.(Foto: MediaIslamia)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR Peluncuran buku hasil riset yang diketuai oleh M. Najib Azca, Ph.D, dianggap tepat dengan kondisi Indonesia saat ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Robert W. Hefner dari Boston University, USA dalam Peluncuran Buku dan Seminar Peran dan Kontribusi Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dalam Perdamaian dan Demokrasi (Narasi Lokal, Nasional, dan Global) di Ruang Multimedia, Gedung Pusat UGM, pada Kamis (17/01/2018).

Alasan Robert merujuk pada pengalamannya saat menerbitkan buku berjudul Civil Islam pada 2000. Buku tersebut dianggap tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang pada saat itu mengalami gejolak konflik di berbagai daerah.

“Semua orang, merasa ragu dan mempertanyakan letak beradabnya agama Islam di tengah gejolak konflik yang ada di Indonesia,” ungkapnya.

Buku "Dua Menyemai Damai" tentang Kontribusi Muhammadiyah dan NU.(Foto: Humas UGM)
Buku “Dua Menyemai Damai” tentang Kontribusi Muhammadiyah dan NU.(Foto: Humas UGM)

Akan tetapi, berbagai macam keraguan tersebut dapat terjawab oleh Indonesia. Dalam kurun 20 tahun, negara ini mampu membuktikan bahwa Islam dapat selaras dengan perdamaian dan demokrasi.

Sekarang, kata Robert, Indonesia banyak dibicarakan dalam dunia internasional karena menjadi negara paling demokratis di seluruh Asia Tenggara, Asia, hingga negara dunia ketiga. Robert menyebut bahwa penerimaan demokrasi di Indonesia tidak bertentangan dengan nilai Islam.

“Melalui Muhammadiyah dan NU, demokrasi sifatya tidak hanya di taraf formal yang salah satunya dilihat dari pemilu saja, tetapi juga terjadi pembauran antara demokrasi dengan nilai-nilai Islam yang diwujudkan dalam masyarakat,” ungkapnya.

Antropolog asal Amerika Serikat (AS) tersebut membandingkan kondisi demokrasi yang kontras antara Indonesia dengan negara asalnya. AS selalu ingin menjadi contoh penerapan demokrasi terbaik di dunia, tetapi presiden Donald Trump yang saat ini menjabat justru bersifat otoriter dan menekan minoritas seperti umat Islam yang tinggal di sana.