Adat Istiadat dan Kepercayaan Sebabkan Budaya Pernikahan Dini di Lombok Timur Bertahan

5959

Baca juga: Sering Jadi Wacana? Begini Cara Mengatur Jadwal Rutin Berolahraga

Kabupaten Lombok Timur, NTB merupakan provinsi yang masih mempertahankan budaya pernikahan dini sampai saat ini.

Dengan menggunakan Social Cognitive Theory, Ratna menemukan beberapa determinan sosial kejadian pernikahan dini di Lombok Timur, meliputi faktor personal, perilaku, dan pengaruh lingkungan.

Dari faktor personal, terdapat kondisi pendidikan rendah yang mendorong masyarakat untuk menikahkan anak-anaknya yang masih di abwah umur.

Anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah akan dinikahkan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.

Ada lagi, faktor personal lainnya yaitu pemahaman masyarakat terhadap salah satu ajaran agama.

Mereka percaya bahwa pernikahan dini dilakukan untuk menghindari hal negatif, seperti seks pra nikah.

“Menikah dini sebagai bentuk tanggung jawab pihak ayah dan mengurangi rasa malu,” tulis Rina.

Baca juga: Jangan Mudah Tergiur, Waspadai Investasi Bodong dengan Cara Ini

Sementara dari faktor lingkungan, pernikahan dini terjadi karena adanya dorongan dari lingkungan keluarga.

Ada peran dominan di dalamnya yang menentukan masa pernikahan.

Kemudian, faktor lingkungan dari budaya lokal. Terdapat adat “dipaling” artinya dibawa lari.

Calon mempelai dibawa ke rumah pihak calon mempelai laki-laki.

Terakhir, faktor lingkungan dari pola pikir masyarakat.

“Pandangan masyarakat bahwa perempuan hanya bertugas sebagai istri di rumah, tanpa memperhatikan peran di luar itu,” tulis alumnus S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM ini.

Ratna memaparkan, dampak kesehatan fisik yang mungkin ditimbulkan di antaranya infeksi menular seksual, komplikasi saat bersalin, dan gangguan kesehatn pada anak.

Baca juga: Perang Dagang AS-Tiongkok Pengaruhi Jumlah Wisatawan Tiongkok di Indonesia, Bali Tetap Jadi Favorit

Sementara dampak kesehatan dari aspek sosial yakni celaan masyarakat, pemakluman pada kasus pernikahan dini terlebih jika disebebkan karena seks pra nikah, sampai memicu tindakan kriminal.

Rina berharap, temuannya ini bisa dijadikan dasar perencanaan intervensi untuk mengatasi masalah pernikahan dini di Lombok Timur.

Dia juga menyarankan pemerintah dan masyarakat yang peduli pada masalah pernikahan din, agar meningkatkan komunikasi lintas sektor dengan memperhatikan tokoh agama.

Kemudian juga melibatkan partisipasi masyarakat setempat, misalnya dengan membuat intervensi berbasis kelompok sebaya.

Hal yang tak kalah penting juga yaitu menyusun program intervensi dengan memperhatikan prinsip relativisme budaya, seperti budaya lokal dalam pembatasan usia dan sanksi adat terkait pernikahan dini.

“Di samping itu, penting untuk memperhatikan minat masyarakat dan event rutin setempat yang dapat dijadikan sebagai sarana edukasi,” tulis Rina menyimpulkan. (Kinanthi)

Baca juga: Anak Jadi Korban Perundungan? Orang Tua Perlu Ajarkan Ini