Ada Krisis Global Health Governance dalam Situasi Pandemi Covid-19

914

Baca juga: Sumbangsih KAGAMA Samarinda untuk Cegah Penyebaran Covid-19

WHO tidak mendapat dukungan dari United Nation Security Council (UNSC) sebagai institusi yang paling menentukan di dalam global governance.

Alhasil institusi tersebut tak pernah berhasil melahirkan resolusi yang mencerminkan sebuah legitimasi.

Yakni dalam hal memberikan makna praktis, simbolis, dan legal bagi tindakan yang bisa memaksa negara anggota PBB untuk bergerak bersama.

“Masih adakah ruang bagi masyarakat untuk optimis melawan pandemi ini?”

“Salah satu yang menjadi beban adalah ketika sebuah negara tidak memiliki pemimpin yang memiliki kapasitas yang visioner. Pemimpin negara adidaya ternyata memiliki pandangan yang nasionalistik,” ungkapnya.

Baca juga: KAGAMA TP Salurkan Bantuan Tahap Pertama Mahasiswa Terdampak Covid-19

Bila dibandingkan dengan pandemi sebelumnya pada tahun 2002-2003, Presiden Obama tidak hanya fokus soal kesehatan saja, dirinya memobilisir semua lembaga-lembaga internasional untuk segera mengatasi.

Dirinya tampak memahami betul pandemi tersebut merupakan isu global yang memiliki dampak besar dalam jangka panjang.

Muhadi menegaskan, selama pemimpin negara memiliki karakter yang nero minded, sulit bagi masyarakat untuk optimis.

Belum lagi, negara-negara di dunia termasuk Indonesia masih berkutat dengan virusnya dan belum berpikir soal rencana jangka panjang.

“Padahal, setelah pandemi ini berakhir, tak menutup kemungkinan muncul ancaman psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain,” kata dia. (Kn/-Th)

Baca juga: Kepedulian Dubes Wahid kepada Mahasiswa Indonesia saat Wabah Corona Merebak di Rusia