5 Fakta Mengejutkan Proses Pembangunan Gedung Pusat UGM

11812

2. Arsitek Lokal

Adalah seorang putra bangsa bernama GPH Hadinegoro yang menjadi arsitek Gedung Pusat UGM. Putra kelahiran Surakarta yang menetap di Pakualaman, Yogyakarta ini meraih gelar insinyur di Technische Hooge School, Delf, Belanda. Ia diminta langsung oleh Presiden Soekarno untuk membangun Gedung Pusat UGM.

Seperti dituliskan oleh Gusti Grehenson dalam tulisan “Gedung Pusat UGM, Simbol Bangunan Modern Pertama Buatan Indonesia”, yang dimuat laman ugm.ac.id, Soekarno memperkenalkan Hadinegoro sebagai arsitek Gedung Pusat saat upacara peresmian gedung.

Kemudian, Soekarno mempersilakan Hadinegoro berdiri untuk disaksikan para tamu asing dan duta besar yang hadir.

Gusti sendiri mengutip pemerhati kesejarahan UGM, Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A.(K) dalam Sarasehan 122 Tahun Prof. Sardjito: Perjuangan Membangun Gedung Pusat UGM, yang berlangsung di Balai Senat UGM, 13 Agustus 2011.

Dipilihnya Hadinegoro oleh Soekarno karena Presiden RI itu menginginkan arsitek lokal yang menggarap Gedung Pusat UGM.

GPH Adinegoro.(Foto: Senat UGM)
GPH Adinegoro.(Foto: Senat UGM)

3. Sempat Mangkrak

Hampir setahun setelah batu pertama diletakkan, batu-batu lain tak kunjung ikut diletakkan. Pemandangan yang tampak hanya parit-parit fundamen yang terbengkalai. Suasana gegap gempita seketika berubah menjadi rasa kecewa.

Saking kecewanya para mahasiswa, kata Bulaksumur yang sebelumnya sinonim dengan gedung yang megah, berubah menjadi anekdot untuk mengejek sesuatu yang mangkrak.

Misalnya jika ada mahasiswa UGM yang hobinya berencana tapi tak jelas juntrungannya, akan diledek “kok seperti Bulaksumur saja”.

Soebono menjelaskan, alasan mangkraknya pembangunan di tahun pertama karena belum dibuatnya cetak biru gedung saat pelatakan batu pertama.

Cetak biru baru rampung di bulan September 1952. Pembangunan gedung baru benar-benar dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 1953 di bawah naungan N.V. Biro Karpi.