44 Tahun Mengabdi, Mohtar Mas’oed Selalu Jadi Teladan Bagi Orang Terdekat

2384

Baca juga: Pengelolaan Arsip Makin Canggih, Warni Ingin UGM Jangan Lupakan Cara Konvensional

Dia juga mengenang masa mahasiswanya yang diajar oleh Mohtar.

Poppy bercerita mata kuliah yang diampu Mohtar tidak mudah untuk dipelajari.

Selain itu, Mohtar juga dikenal sebagai dosen yang tegas dan disiplin.

“Waktu itu Pak Mohtar menyepakati kuliah yang tadinya mulai jam 7 pagi menjadi jam 7.30 pagi, supaya mahasiswa tidak terlambat. Namun, ternyata masih ada mahasiswa yang terlambat. Pak Mohtar lalu keluar kelas sambil membanting pintu dan menyatakan kelas selesai. Sejak saat itu tidak ada lagi mahasiswa yang terlambat,” jelas Poppy.

Punya Kebiasaan Bangun Jam 3 Pagi

Cerita lebih personal datang dari Luki, yang sehari-harinya mengamati kebiasaan Mohtar.

Dia mengatakan, ayahnya itu memiliki kebiasaan bangun jam tiga pagi setiap hari.

”Biasanya buka laptop, membaca, dan sebagainya. Itu Bapak melek sampai tiba waktunya sarapan pagi. Kata Bapak, kita harus bangun pagi, supaya pikiran kita lebih fresh dan pikiran kita bisa menerima apa saja. Jadi memungkinkan kita untuk berpikir kemarin kita ngapain aja, hari ini mau ngapain aja. Banyak orang nggak tahu kebiasaan Bapak, karena sekarang Bapak lebih sering nyiram tanaman,” ungkap Luki.

Baca juga: Mahasiswa UGM Manfaatkan Tulang Kambing untuk Material Pengganti Tulang Rusak

Mohtar di mata anak-anaknya juga dikenal sebagai orang yang bisa mencairkan suasana.

Luki mengakui Ayahnya itu berjasa bagi perjalanan kariernya.

Berkat Mohtar, Luki bisa berkarier di salah satu media nasional terbesar di Indonesia.

Kala itu, Luki memang bercita-cita memiliki pekerjaan yang bisa membawanya bertemu dengan banyak orang dan berkeliling ke banyak tempat tanpa dipungut biaya.

“Dari kecil Saya sudah sering lihat Bapak kerjaannya enak, ke mana-mana terus, dibayar lagi. Akhirnya Saya punya mimpi untuk memiliki pekerjaan itu, tetapi bukan dosen karena Saya nggak pintar. Akhirnya Saya pilih jadi wartawan,” ungkap Luki.

Luki bercerita, Mohtar memang suka bepergian, sehingga Luki bersama keempat saudaranya harus berbagi tugas untuk mengurus rumah.

”Saya dan keluarga harus ikhlas dengan kondisi itu. Bapak bukan hanya milik kami, tetapi milik publik,” ujarnya.

Baca juga: Cerita Bambang Purwoko Mendidik dan Tinggal Bersama Anak-anak Papua