Begini Pencegahan serta Penanganan Penyakit Kuku dan Mulut pada Hewan Ternak

304

Infeksi Persisten

Selain potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit kuku dan mulut ini, tentu saja ada kerugian lain yang mengancam pada hewan ternak itu sendiri dalam waktu yang panjang, seperti sapi yang sembuh pun dapat mengalami infeksi persisten.

Baca juga: Cara Mengatasi Perbedaan Pendapat Saat Berdiskusi

“Sapi yang sudah sembuh bisa mengalami infeksi persisten, akibatnya sapi yang tampak sehat bisa menjadi carrier virus PKM sampai dengan 3-6 bulan bahkan lebih,” terang Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D.

Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D. menjelaskan bahwa penyakit kuku dan mulut (PKM) merupakan penyakit akut yang cepat menular dan sangat infeksius yang dapat menyerang ruminansia.

PMK dapat menyebar melalui berbagai cara, yaitu kontak langsung antara hewan yang sehat dengan hewan yang terjangkit (melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit), penyebaran melalui angin, penyebaran melalui pakan yang terkontaminasi virus, dan penyebaran melalui manusia.

Masa inkubasi virus tersebut berkisar antara dua hingga 14 hari sejak tertular hingga muncul gejala klinis.

Baca juga: Mengintegrasikan Pertanian dan Peternakan, Mengolah Limbah Jadi Pupuk

Beberapa gejala yang umum terjadi pada hewan yang terjangkit PKM adalah demam hingga 41°C, air liur berlebihan, nafsu makan berkurang, hewan lebih sering berbaring, dan luka pada kuku hingga kuku lepas.

Drh. Harimurti Nuradji, Ph.D., Peneliti di Pusat Riset Veteriner menjelaskan bahwa PKM disebabkan oleh virus foot mouth disease (FMD) termasuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus, merupakan virus yang memiliki genom plus strand RNA dengan ukuran 25-30 nm.

PKM pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Jawa Timur, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia.

Pemberantasan PKM kemudian dilakukan secara masif dengan melakukan vaksinasi berkelanjutan dan penyakit ini berhasil dibebaskan kembali dan status bebas PKM, dinyatakan dalam Resolusi OIE Nomor XI Tahun 1990 (Ditkeswan 2014), penyakit PKM kemudian muncul kembali di tahun 2022 ini.

Baca juga: Profesor Widodo Dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM

Virus yang menyebabkan penyakit PKM ini memiliki sifat mudah rusak pada suhu 50 ° C.

Jadi jika daging dipanaskan pada suhu minimum 70° C selama setidaknya 30 menit akan dapat menonaktifkan virus.

Virus ini juga mudah rusak pada pH <6.0 atau >9.0 dan inaktif dengan natrium hidroksida (2 persen), natrium karbonat (4 persen), asam sitrat (0,2 persen), asam asetat (2 persen), natrium hipoklorit (3 persen), kalium peroksimonosulfat atau natrium klorida (1 persen), dan klorin dioksida.

Ada tiga prinsip dasar yang dapat dilakukan yaitu mencegah kontak antara hewan ternak dan virus PKM, menghentikan produksi virus PKM oleh hewan tertular, dan meningkatkan resistensi atau kekebalan hewan ternak.

Baca juga: Mahasiswa UGM Buat Eco Lindi Cairan Penetral Bau Sampah

Selain tiga prinsip dasar tersebut tentu dalam pengendalian penyakit ini dibutuhkan upaya dari segala pihak untuk saling bekerja sama.

“Upaya pengendalian PKM tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, semua harus terlibat baik akademisi, masyarakat, peternak, petani, dan lain-lain untuk bekerja sama dalam mengendalikan PKM.”

“Paling tidak kita bisa meminimalisir jumlah penyebaran penyakit PKM dan mengembalikan status Indonesia sebagai free FMD Countries” pungkas drh. Harimurti Nuradji, Ph.D. (*)