Kisruh Alih Kelola Hutan Perhutani di Jawa

3727
Dr. Transtoto Handadhari menilai bahwa kepekaan yang tidak muncul dari para rimbawan mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, khususnya hasil kayu serta proses alih status lahan kawasan hutan terjadi besar-besaran tanpa kendali. Foto: Dok. Pribadi
Dr. Transtoto Handadhari menilai bahwa kepekaan yang tidak muncul dari para rimbawan mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, khususnya hasil kayu serta proses alih status lahan kawasan hutan terjadi besar-besaran tanpa kendali. Foto: Dok. Pribadi

KAGAMA.CO, JAKARTA – Terbitnya SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 287 tanggal 5 April 2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) membuat kisruh silsng pendapat berbagai pihak.

Seluas sekitar 1,1 juta hektare lahan hutan produksi (HP) dan hutan lindung (HL) kawasan hutan Perum Perhutani dicabut dan dialih fungsikan yang titik beratnya dikelola untuk perhutanan sosial (PS).

Pengelolaannya juga dialihkan ke tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sikap yang tidak sependapat sudah disuarakan oleh DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri LHK pada awal Januari 2022.

Baca juga: Hutan Adalah Supporting Life System Vital bagi Hidup Manusia, Kelestariannya Harus Dijaga Bersama

Luas hutan Jawa yang hanya 16 persen yang layak ditambahi, malah dikurangi.

Melihat begitu banyak pengalaman tidak baik yang ditunjukkan dalam praktik, pihak DPR RI berpendapat agar ada evaluasi pelaksanaan PS yang telah ada serta menyiapkan aturan pelaksanaannya secara matang.

“Pertimbangan cash flow BUMN hutan negara tersebut kemungkinan yang dijadikan salah satu alasan dikuranginya beban pengelolaan hutan-hutan tidak produktif, sedangkan Perhutani ditugasi untuk fokus memperoleh keuntungan dalam mengelola hutan yang tinggal sekitar separoh dari luas sebelumnya yang 2,4 juta hektare,” tutur Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan Kagama yang dikenal juga sebagai pengamat ekonomi kehutanan dan lingkungan, Sabtu (9/4/2022).

Namun tak pelak kasus pengurangan luas hutan Perhutani yang sangat besar tadi juga menyisakan masalah antara lain bagaimana penanganan 8 ribu karyawan Perum Perhutani yang sebelumnya mengelola 1,1 juta hektare tersebut.

Baca juga: YPHI Ubah Mindset dan Ajak Masyarakat untuk Memuliakan Hutan Tanpa Kecurangan

Transtoto, mantan Direktur Utama Perum Perhutani 2005 hingga 2008, melihat kesulitan yang akan dihadapi bila terjadi pengalihan naasal pekerja Perhutani mengikuti alih kelola hutan karena perbedaan kultur usaha dan perbedaan status kepegawaiannya.

Menurutnya, dampak negatif terbesar bagimasyrakat dan pembangunan adalah ancaman bencana lingkungan.