Pakar UGM Soroti Polemik Bendungan dan Penambangan di Wadas

237
Penyelesaian dengan upaya lain bisa ditempuh untuk mencegah kelompok yang menolak pembebasan lahan. Foto: Instagram pkpberdikari
Penyelesaian dengan upaya lain bisa ditempuh untuk mencegah kelompok yang menolak pembebasan lahan. Foto: Instagram pkpberdikari

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu andesit karena mengancam keberadaan mata air di wilayah tersebut.

Penolakan batu andesit akan di digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener yang masuk salah satu proyek stategis nasional.

Pakar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM, Dr. Rikardo Simarmata mengatakan dalam kasus penambangan di Wadas ini terdapat keanehan karena kegiatan pembangunan Waduk Bener yang masuk dalam kategori kepentingan umum dipaketkan dengan kegiatan pengambilan batu andesit yang merupakan usaha pertambangan dan karena itu tidak masuk dalam kategori kepentingan umum.

“Pemaketan ini memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang menjadi legal.”

“Tapi apakah dengan hak pakai yang dimilikinya Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya?” tutur Rikardo belum lama ini.

Baca juga: YPHI Gandeng Koprabuh Gelar Gertam Nusaku

Rikardo mengatakan bahwa boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesakan oleh status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

Umumnya kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus dijadikan.

“Dengan persepsi seperti itu dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaanya bersifat instrumental dan akibatnya melupakan prinsip dan asas-asas yang dikenal dalam hukum pertanahan,” jelasnya.

Sementara terkait penyelesaian masalah oleh pemerintah dengan mengerahkan aparat keamanan dalam pembebasan lahan, Rikardo melihat bahwa terlepas dari keabsahan kegiatan pengukuran, penanganan terhadap kelompok masyarakat yang menolaknya tidak diperbolehkan menggunakan tindakan represif.

Ia menyayangkan apabila sampai terjadi represi yang tidak sesuai ketentuan hukum acara pidana sebab penyelesaian dengan upaya lain bisa ditempuh untuk mencegah kelompok yang menolak pembebasan lahan.

“Misalnya seperti menghadapi demonstran dengan cara memblokade yang tidak berakhir dengan kekerasan seperti penangkapan,” pungkas Rikardo. (*)