Perjalanan Gabriel Asem Membangun Tambrauw yang Awalnya Hanya Berupa Perbukitan dan Pantai

2508

Baca juga: Ganjar Pranowo Ditelepon Ari Lasso Usai Bantu Jualkan Sambal Karya Warga Blora

Masa-masa Sulit, Pencapaian, dan Harapan

Menggenjot pembangunan infrastruktur sedari awal bukannya tanpa risiko. Gebi dan para pegawai Pemda Tambrauw meski merasai peluh pemotongan dana operasional.

“Alokasi anggaran full untuk belanja modal. Jadi, dana belanja aparatur porsinya kami kurangi,” tuturnya menjelaskan.

Pria berumur 57 tahun ini mengaku bahwa pengalokasian 70 persen APBD ke sektor infrastruktur mampu menghasilkan ruas jalan sekitar 700 km. Pria yang semasa muda sempat ingin menjadi Imam (Pastur) ini juga ingat betapa sulitnya mengirim barang ke Tambrauw saat jalan belum jadi. Sekalipun bisa dikirim, harga barang tersebut menjadi jomplang.

“Dulu, kalau ada dropping buku atau obat-obatan harus pakai helikopter untuk menjangkau wilayah-wilayah yang terisolir. Puji Tuhan, kondisi Tambrauw sekarang sudah bisa terhubung,” tuturnya.

“Bayangkan dulu di Ibu kota Fef semen satu zak harganya Rp500 ribu, sekarang sudah kami tekan hingga ke angka Rp110 ribu. Mungkin, kalau jalanan sudah mulus harganya turun lagi menjadi Rp90 atau Rp80 ribu. Itu kan luar biasa,” katanya.

Lain jalan lain pula soal listrik. Gebi seperti mendapatkan berkah setelah Dr. Suratno datang untuk membuat kajian ekonomi dan menyuruhnya membangun listrik.

Sebab, potensi alam yang dimiliki Tambrauw memberikan inspirasi bagi Gebi untuk membangun PLTMH berdaya 1,6 megawatt.

Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan itu beroperasi memanfaatkan debit air Sungai Warabiyaidi Distrik Sausapor.

“Setelah selesai, saya melakukan kontrak jual-beli dengan PLN. Lantas saya membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang kelistrikan,” katanya.

Baca juga: Berawal dari Gubuk Kecil di Kantin Fapet UGM, Bisnis Es Krim Mirza Kini Sudah Menggandeng 50 Restoran

Di sisi lain, masih ada hal yang disayangkan Gebi tentang kondisi daerah pimpinannya.

Hal itu adalah masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Tambrauw.

Sejak dicatat BPS pada 2011, IPM warga Tambrauw masih menjadi yang paling rendah se-Provinsi Papua Barat.

Dikatakan Gebi, mengubah IPM adalah hal yang sulit. Kendati demikian, dia yakin nilai IPM Tambrauw yang pada 2018 mencapai 51.95 akan segera meningkat.

“Saya sangat optimistis bahwa infrastruktur yang sudah oke akan mendongkrak nilai IPM untuk lebih melejit lagi,” katanya.

Pria yang memperistri wanita asal Ambon ini pun berharap bupati Tambrauw selanjutnya bisa meneruskan kerangka pembangunan yang sudah dia tancapkan.

Gebi juga ingin mengurangi presentase hutan konservasi Tambrauw yang mencapai 80 % menjadi 60%. Sebab, hal itu dapat menambah ruang yang dapat dimanfaatkan masyarakat setempat.

Selain itu, pria yang pernah memenangi kejurnas karate antarmahasiswa pada 1992 ini ingin menggenjot wisata Tambrauw.

“Kami membagi daerah pariwisata menjadi dua zonasi, pesisir dan pegunungan. Di Pantai Utara Tambrauw, ada satwa langka Penyu Belimbing,” katanya.

Karena Tambrauw merupakan tetangga Raja Ampat, Gebi membranding wisata di daerah pimpinannya dengan nama “The Second Raja Ampat” guna mendongkrak popularitasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Presiden Jokowi: Mahasiswa Baru UGM Jangan Lupa Nilai-nilai Kerakyatan