Pernak-pernik yang Dipakai dalam Busana Pengantin ala Keraton Surakarta

1688

Baca juga: Kewirausahaan Desa Harus Mendunia Demi Gerakan Ekonomi yang Berkelanjutan

Untuk busana pengantin laki-laki harus dilengkapi dengan nyamat, tumpengan, tajug,dan dhebelan.

Kemudian, sumping sekat melati, kalung ulur, dodot gadhung melati dengan motif alas alasan.

Lalu, ukup, kloncer, cathok, buntal, lancingan cindhe puspa mawi seret, sorot tanpa tumpal. Serta wangkingan warangka ladrang capu, kolong keris.

“Adapun perabot busana penganten basahan putri: ukel bokor mengkurep, rajut sekar melati acakrik kawung, garudha mungkur, sokan, cunthuk mentul alas alasan,” ujar Purwadi.

“Cundhuk jungkat, centhung, sekat sintingan, sengkang ronyok, sangsangan wulan tumanggal.”

Baca juga: Mimpi Besar Aktivis KAGAMA Gelanggang Demi Sejahterakan Petani Lokal

“Sekar tiba wentis, dodot gadung mekati alas alasan, udhet cindhe puspa tanpa tumpal. Sampatan cibdhe puspa tanpa tumpal. Slepe, pending, buntal, gelang,” bebernya.

Corak busana pengantin Kraton Surakarta makin variatif ketika Sinuwun Paku Buwana XII menggelar pawiwahan agung.

Agenda ini berlangsung ketika GKR Koes Murtiyah menikah dengan KPH Wirabumi.

Busana pengantin laki-laki menggunakan beskap takwa, sementara pakaian wanita menggunakan kebaya panjang.

“Perabot pengantin kakung yaitu panunggul kanigaran cemeng, nyamat sekar katu, dan beskap takwa mawi plisir baludiran,” ucap Purwadi.

Baca juga: Pengurus KAGAMA Jateng Ini Jelaskan Nilai-nilai Kewarganegaraan dalam Olahraga Lempar Pisau dan Kapak