Preman Bisa Jadi Key Person Penegakan Protokol Kesehatan di Pasar

368

Baca juga: Dirjen Wikan Sakarinto Mengapresiasi Kerja Sama Jawa Tengah dengan Kawasan Industri Kendal

Walau begitu, melibatkan preman sejak awal atau sebagai senjata pamungkas di akhir, semuanya tergantung pada siapa yang menjadi key person.

“Nah, berhubung relatih dipatuhi, para preman menjadi salah satu ‘key person’ di lingkungan pasar yang dapat digunakan untuk penerapan teori sapu lidi,” jelas Suprapto.

Sosiolog kelahiran 21 Mei 1956 itu menilai, masyarakat Indonesia sangat heterogen.

Itulah banyak penyebabnya mereka tidak patuh terhadap protokol kesehatan.

Bisa karena tidak paham bahaya, sembrono, dan nekat.

Baca juga: Ganjar Pranowo Dukung SDM Siap Kerja di Kawasan Industri Kendal

Oleh sebab itu, bagi Suprapto, menangani protokol kesehatan tidak bisa dilakukan secara sendirian.

Namun, harus secara sistemik yang salah satunya melibatkan key person di lingkungan pengurus pasar.

Di sisi lain, Suprapto juga melihat adanya sikap semau sendiri pada pengunjung pasar yang tidak mau mencuci tangannya.

Walaupun sarana seperti sabun dan air mengalir sudah disediakan Pemerintah.

Dia pun berharap, bila sosialisasi belum cukup, langkah selanjutnya yang diambil adalah internalisasi (peresapan), dan bermuara pada institusionalisasi (penerapan perilaku).

Baca juga: Kenangan Ganjar Pranowo bersama Jakob Oetama

Akan tetapi, andai hal itu tidak tercapai, hukuman bisa menjadi pilihan pamungkas.

“Sanksi harus menjadi senjata pamungkas,” tutur Suprapto, yang lulus S1 Sosiologi UGM pada 1981.

“Sehingga, jika pembudayaan protokol kesehatan dan memfungsikan preman belum jalan, maka pelaksanaannya berikutnya harus bersifat peringatan. Jangan langsung diberi sanksi,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Ari Dwipayana: Pandemi Menjadi Momentum Menata Ubud