Influencer Berisiko Sebarkan Hoaks dan Rusak Citra Lembaga Negara

435
Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Nyarwi Ahmad, Ph.D., memberikan pandangannya terhadap peran influencer dalam komunikasi publik pada era demokrasi digital. Foto: Ist
Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Nyarwi Ahmad, Ph.D., memberikan pandangannya terhadap peran influencer dalam komunikasi publik pada era demokrasi digital. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Kemajuan teknologi informasi memunculkan aktor-aktor baru dalam panggung media sosial.

Apa saja yang mereka utarakan dalam platform media sosial tertentu mendapatkan atensi dari pengikut yang jumlahnya relatif banyak.

Tidak hanya itu, pandangan dari aktor-aktor tersebut seringkali menjadi referensi bagi pengikutnya.

Belakangan mereka disebut dengan istilah influencer.

Influencer bisa dari berbagai macam latar belakang, seperti seniman, aktivis, dan lain-lain.

Baca juga: Hutan Tanaman Industri Harus Patuhi 3 Pilar Pelestarian

Walau begitu, di kalangan akademisi dan praktisi, belum ada kesepakatan terkait pemahaman istilah influencer.

Staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Nyarwi Ahmad, Ph.D., melihat bahwa istilah influencer muncul berdasarkan common sense.

Nyarwi mengatakan, influencer dapat mengambil peran dalam bidang tertentu, misalnya yang berkaitan dengan promosi pariwisata.

Akan tetapi, melibatkan mereka untuk mengomunikasikan suatu kebijakan kepada masyarakat dinilai kurang efektif.

“Karena influencer belum tentu memahami kebijakan yang dikomunikasikan secara menyeluruh,” kata Nyarwi.

Baca juga: Begini Tantangan Manajemen Human Capital Perusahaan di Masa Krisis