Melihat Peradaban Temanggung Saat Jadi Ibu Kota Kerajaan Mataram

6207

Baca juga: Berdayakan Warga Terdampak Covid-19, KKN UGM Daring Kembangkan Agro-Edu-Wisata di Bantul

Pria kelahiran 1971 ini mengatakan, mitra berarti sifat -sifat yang menghendaki persahabatan terhadap semua makhluk.

Mitra mengajarkan agar manusia memandang sesamanya seperti keluarga besar.

“Manusia wajib saling mengasihi, tolong-menolong, dan saling menghormati,” ucap Purwadi.

“Doktrin kerukunan ini diajarkan di lereng Gunung Sumbing. Murih supeketing memitran, raketing kekadangan,” terang sang alumnus Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Filsafat UGM.

Budaya perkawanan penuh keakraban membuat seperti tidak ada sekat di Kerajaan Mataram.

Baca juga: Saran Nawa Murtiyanto bagi Para Pendaki Gunung di Masa Pandemi

Purwadi bertutur, kadang seluruh pegawai istana diajak Raja Sanjaya untuk berdiskusi di Pesanggrahan Gunung Ungaran.

Kebiasaan musyawarah tersebut dilanjutkan oleh generasi penerus Wangsa Sanjaya.

Mulai dari Rakai Panangkaran (760-780) Rakai Pananggalan (780-800), Rakai Warak (800-820), Rakai Garung (820-840), hingga terakhir Empu Sindok (929-930).

Purwadi menyebut, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi Rara Jonggrang adalah petilasan monumental yang muncul dari sebuah musyawarah.

“Pemerintahan Rakai Panangkaran (760-780) meneruskan perjuangan leluhur Mataram Parakan. Dia memang berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya,” kata Purwadi.

Baca juga: Orang Indonesia Harus Berani Kuliah di Harvard

“Sebagai kepala pemerintahan kerajaan Mataram Parakan, Rakai Panangkaran cukup berhasil meningkatkan harkat martabat negeri,” bebernya.

Ilmu pengetahuan humaniora dari para pendahulu pun tetap menjadi landasan, siapa pun rajanya yang memimpin.

“Pemerintahan Rakai Pananggalan tercermin dari sikapnya yang selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudannya dengan menghormati guru,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Prihatin Para Tetangga Terdampak Pandemi, Rimbawati UGM Ini Pasang Canthelan di Desa Singosaren, Bantul