Upaya Dirjen KSDAE Selamatkan Harimau Sumatera dari Kepunahan

713

Baca juga: Pembatasan Gerak Industri Sawit adalah Sebuah Kolonialisme Baru di Indonesia

Hanya saja, pengalihfungsian lahan yang terjadi di Sumatera turut mengancam rumah sang satwa liar.

Menurut Wiratno, hal tersebut berdampak pada kemunculan island ecosystem yang bergulir secara cepat mulai tahun 2000.

Island ecosystem adalah kawasan konservasi yang dikelilingi tanaman monokultur (perkebunan) dan itu bukan habitat.

“Fenomena island ecosystem menyebabkan fragmentasi dan kehilangan habitat. Hal ini merupakan persoalan yang besar,” tutur Wiratno.

“Kami tidak ingin nasib Harimau Sumatera seperti Harimau Bali yang dinyatakan punah pada 1960 atau Harimau Jawa yang disebut punah  pada 1982,” jelasnya.

Baca juga: Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia Masih Stagnan, Begini Kendala dan Solusinya

Pria kelahiran 1962 itu mengatakan, komitmen berbagai pihak dibutuhkan dalam menyelamatkan Harimau Sumatera.

Tak terkecuali pemilik perkebunan, pengelola HTI (Hutan Tanaman Industri), dan pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan).

Ancaman kehilangan habitat karena pengalihfungsian bukanlah isapan jempol.

Pasalnya, Wiratno menemukan ada 23 kasus konflik Harimau Sumatera sepanjang 2020.

Deretan kasus tersebut menjadi tanda bahwa ada ketidakseimbangan rantai makanan karena penyusutan luas habitat.

Baca juga: Cerita Dokter Alumnus UGM yang Penuh Tantangan Saat Menjadi Relawan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19