Perkebunan Sawit, Industri yang Tak Goyah Meski Pandemi Corona Berlangsung

2078

Baca juga: Aksi Nyata KAGAMA Sumsel Bantu Warga Terdampak Covid-19 di Palembang

“Lihat saja semuanya bisa PHK dan berhenti, tapi sawit tidak bisa. Sampai hari ini pun kami masih memupuk, masih panen.”

“Karena kalau tidak dipupuk, tanamannya rusak. Kalau tidak dipanen, kebunnya juga rusak,” jelasnya.

Kendati tidak bisa disimpan lama-lama, sawit dipandang Teguh punya dua sisi positif. Pertama, sawit lebih produktif ketimbang penghasil minyak nabati lain, misalnya kedelai.

Kata Teguh, saat ini luas perkebunan kedelai di seluruh dunia mencapai 126 juta ha, sementara sawit hanya sekitar 22 juta ha.

Meski luasannya jauh lebih kecil, sawit ternyata mampu menghasilkan minyak nabati lebih banyak.

Menurut Statista, untuk periode 2019-2020, sawit menghasilkan 72,27 juta ton minyak nabati.

Sementara itu, pada periode yang sama, kedelai memperoleh hasil 56,52 juta ton.

Produktivitas yang tinggi ini juga disebabkan karena sawit tidak mengenal musim.

“Mana bisa menanam kedelai satu tahun 3-4 kali (panen)? Tidak bisa. Saat kemarau tidak ada air. Sementara pada musim dingin kedelai tidak bisa ditanam,” ujar Teguh.

Pabrik pengolahan buah sawit PT NSP. Foto: Ist
Pabrik pengolahan buah sawit PT NSP. Foto: Ist

Baca juga: Mengenal KAGAMA Kemenko Bidang Perekonomian “KAGAMA Virtual Ekon”

Kedua, sawit lebih ramah lingkungan ketimbang kedelai. Menurut Teguh, dahulu penghasil minyak kedelai dunia menebang hutan untuk dijadiikan kebun tanaman satu musim.

Menebang pohon di hutan merupakan tindakan deforestasi yang mengganggu tatanan alam. Namun, untuk kebun sawit, hal ini tidak berlaku.

Teguh yakin akan hal itu karena merujuk pendapat aktivis lingkungan hidup sekaligus pendiri Greenpeace, Patrick Moore, Ph.D.

Buat Moore, memotong pohon bukan deforestasi, asalkan setelah itu ditanam pohon lagi.

“Memotong kayu saja tidak cukup sebagai penyebab kerusakan hutan,” ujar Moore, dalam sebuah tulisan berjudul Pohon adalah Jawaban.

“Masalah sebenarnya adalah, apakah hutan tersebut musnah selamanya atau ditanami lagi dengan pohon-pohon baru?”

“Sebenarnya ladang pertanian dan padang rumput yang mengakibatkan kerusakan hutan,” jelasnya.

Teguh pun mengutuk adanya penggundulan hutan secara liar. Pasalnya, hal tersebut jelas merugikan.

“Kami selama ini menanami lahan yang sudah rusak, penggundulan atau pun pembakaran hutan bukan tindakan yang terpuji.”

“Kami tanami lahan-lahan yang rusak itu dengan sawit. Selain kemudian menjadi pohon, roda ekonomi bisa berputar, terutama untuk masyarakat sekitar,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Adiswara Gadjah Mada Luncurkan Official Audio-Video Hymne Gadjah Mada Versi KAGAMA