Kata Puthut EA, Dunia Kepenulisan Itu Menegangkan

3411

Baca juga: Kesan Atase Pertahanan Australia Jebolan UGM Merasakan Suasana Ramadan di Indonesia

Pasalnya, di tempat keramat itulah karya-karya kepenulisan terlahir. Untuk hal yang satu ini, stasiun kereta api jadi tempat favorit Puthut.

“Stasiun memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki tempat lain. Misalnya, desir mesin, suara kereta,” kata Puthut.

“Stasiun menjadi suasananya. Namun, belum tentu yang ditulis tentang stasiun,” terang pria yang berulang tahun tiap 28 Maret tersebut.

Ketetapan hati Puthut menjadi penulis secara total telah menghasilkan lebih dari 40 judul buku.

Jumlah itu dihitung sejak Puthut sudah mulai produktif menghasilkan karya, kira-kira 21 tahun lalu.

Hanya saja, Puthut mengaku sempat khawatir apakah dirinya bisa bertahan lama sebagai penulis. Kegundahan itu muncul ketika dirinya menginjak usia 30 tahun.

“Tidak semua orang bisa seproduktif Tere Liye dan Andrea Hirata. Oleh sebab itu, dunia kepenulisan itu menegangkan,” tutur Puthut.

Baca juga: Refleksi Gubernur BI Perry Warjiyo atas Ramadan di Tengah Pandemi

“Penulis itu bukan profesi yang suci. Jadi, tidak apa-apa ketika penulis kerja hal lain, misalnya jualan,” sambungnya.

Kini, Puthut mengaku meluangkan waktu setidaknya tiga jam dalam sehari khusus untuk menulis.

Tidak dengan komputer, melainkan perangkat IPad yang dia jadikan sebagai sarana menuangkan buah pikiran.

Bahkan, 6-7 judul bukunya tercipta melalui ketikan dari telepon genggam.

Satu pesan yang dinyatakan Puthut kepada orang yang ingin terjun di dunia seperti dirinya: seorang penulis mesti disiplin.

“Penulis harus mendisiplinkan diri sendiri karena tidak ada yang mengatur, dan tidak ada sistem yang mau tidak mau mengerjakan itu,” pungkas Puthut. (Ts/-Th)

Baca juga: Banyak yang Mengaku Beriman, Mengapa Orang Indonesia Masih Lakukan Pelanggaran Kriminal?