Defisit Kredibilitas dan Kepercayaan, Begini Problem Komunikasi Publik Terkait Covid-19

414
Kita sedang menghadapi infodemiks, berseliweran tetapi kita tidak memahami secara sistematik. Foto: Ist
Kita sedang menghadapi infodemiks, berseliweran tetapi kita tidak memahami secara sistematik. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Banyak jokes-jokes yang dilempar oleh para pejabat negeri saat Covid-19 mulai menyerang.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sejak awal pemerintah tidak menganggap serius masalah ini.

Kemudian pada 14 Maret, Presiden menyatakan Covid-19 sebagai bencana nasional.

Selanjutnya pada 5 April, BNPB mengaku belum bisa menghasilkan data lengkap dan terbuka mengenai Covid-19.

Dalam jumpa pers daring, pada Selasa (07/04/2020), Dr. Kuskridho Ambardi menerangkan, situasi komunikasi publik saat itu terdapat defisit kredibilitas dan defisit kepercayaan.

Baca juga: Pemerintah Perlu Pahami Karakter Komunikasi Publik dalam Situasi Pandemi Covid-19

“Beberapa lembaga survei mencoba menguji bagaimana data milik Kemenkes yang kemudian diambil oleh BNPB itu hasilnya bagus.”

“Mereka mengumpulkan data-data khusus DKI. Jumlah kematian mengalami lonjakan drastis, tambah pasien positif rata-rata 1.000 di bulan Maret.”

Ada pun rincian problem komunikasi, meliputi problem data, target, dan koherensi.

Pertama problem data, jumlah data kasus dan kematian, presisinya sangat lemah.

Informasi yang disajikan sebaiknya bisa digunakan masyarakat secara praktis.

Baca juga: Hal yang Seharusnya Dilakukan Relawan Covid-19 dalam Menyampaikan Informasi kepada Publik