Edukasi Pelestarian Sungai Berawal dari Keluarga

424

Baca juga: Langka di Pasaran, Dosen UGM Ciptakan Handsanitizer Alternatif Berbahan Herbal

Sebuah sumber penelitian menyebutkan bahwa 70 persen perempuan yang tinggal di bantaran sungai mengalami kanker serviks.

“Memang kalau dipikir-pikir perempuan yang paling banyak beraktivitas dengan air, seperti memasak, mencuci, dan sebagainya. Air kalau sudah tidak higienis, dampak negatifnya juga langsung ke perempuan,” ujarnya.

Sudah muncul gerakan restorasi sungai dan kongres sungai. Untuk mendukung dua gerakan ini, masyarakat harus jadi agen perubahan.

Perlu ada influencer untuk memberikan literasi, edukasi, dan konservasi tentang pencemaran sungai, di lingkungan sungai dari hulu hingga ke hilir.

Selain di keluarga, edukasi itu perlu juga dilakukan di sekolah.

Baca juga: Sastromoeni Lintas Generasi Semarakkan Dies FIB UGM ke-74

Aksi sosial semacam ini telah dilakukan oleh Srikandi Sungai Indonesia (SSI).

Sebagai ketua komunitas, Rani mengakui tidak mudah membuat gerakan ini bisa diresapi dengan baik oleh masyarakat.

Pasalnya, butuh waktu lama untuk mengubah perilaku seseorang.

Rani tidak menyalahkan penduduk yang tinggal di bantaran sungai.

Namun, masyarakat di sana harus memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Baca juga: Mahasiswi Fakultas Biologi UGM Ini Ikuti Konferensi di Jerman untuk Perangi Pengangguran Kaum Muda