Pengalaman Masa Kecil Bantu Djumanto Meniti Karier

1330

Baca juga: Penyebab Anak Berontak kepada Orang Tua

Djumanto tergerak untuk belajar dan merasa yakin, perikanan menyumbang manfaat besar bagi masyarakat.

Pada 1983 Djumanto diterima di Tingkat Persiapan Bersama, kemudian memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, yang berada di bawah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Meskipun demikian, dia tidak sepenuhnya meninggalkan kegiatan bercocok tanam di sawah.

Selanjutnya, saat Djumanto menempuh studi master di Asian Institute of Technology, Bangkok Thailand, dia memperdalam rekayasa hormonal untuk pemijahan ikan dan budidaya ikan monoseks bersama para petani ikan di sana.

Bagi Djumanto ini merupakan strategi budidaya ikan yang baru baginya.

Dia melihat langsung, bagaimana produksi ikan nila di sana bisa lebih banyak berkat perlakuan hormon.

“Namun, monoseks masih sulit diterapkan di Indonesia. Sempitnya lahan, membuat teknologi monoseks tidak efisien. Selain itu, petani ikan juga belum tertarik dengan teknologi ini,” jelas dosen yang menyelesaikan studi doktoralnya di Ehime University, Jepang ini.

Baca juga: Awalnya Tidak Suka Kimia, Wulan Hardjosoediro Kini Bisnis Sabun

Pengalaman Konyol di Thailand

Di samping mendapat pengalaman baru di dunia budidaya ikan, Djumanto juga memiliki pengalaman tak terlupakan.

Dia merasa mendapat nasib sial dan konyol selama menjadi mahasiswa rantau di negeri gajah putih itu.

Djumanto bercerita, tidak sedikit mahasiswa asing yang kesulitan mempelajari aksara Thailand, sehingga tidak heran mahasiswa sering salah ambil barang.

Saat itu, Djumanto terburu-buru untuk ke kamar mandi.

Bergegaslah dia membawa peralatan mandi, tanpa memperhatikan dengan detail barang yang dibawanya.

Dia terheran-heran sabun yang dia gunakan tidak berbusa.

Setelah diperhatikan lagi, barang yang dia sangka sabun, ternyata adalah mentega.

Dari pengalaman ini, setiap kali menerima barang, Djumanto selalu mengandalkan gambar yang tertera di barang untuk memahami kegunaannya.

Tentunya agar dia bisa ‘survive’ dan tidak salah ambil barang lagi.

Lain waktu, kesialan berikutnya terjadi ketika Djumanto bersusah payah mengelola uang beasiswanya yang pas-pasan.

Sebagian uangnya digunakan untuk membeli sepeda.

Namun, apesnya sepeda Djumanto dicuri orang.

Sedih dan kesal jelas dirasakan Djumanto, tetapi kesialan ini dia anggap sebagai sedekah.

Baca juga: Bentuk Bumi Bulat atau Datar? Berikut Pernyataan Praktisi, Agamawan dan Akademisi