Mimpi Milenial Membeli Rumah

1170

Baca juga: Solusi Pelayanan JKN, Dosen FK-KMK UGM Temukan Obat Stroke yang Lebih Manjur dan Terjangkau

Pria yang tinggal di Sleman ini, berdasarkan penelusuran KAGAMA diketahui berprofesi sebagai wirausaha dan belum menikah.

Ada lagi SA seorang lulusan pascasarjana di salah satu universitas di Jabodetabek yang sebelumnya pernah menempuh studi di Jogja.

Dia membandingkan biaya dan gaya hidup di kedua wilayah itu.

”Padahal harga warteg di Jogja sama Jakarta sama. Harga burjonya Jogja sama warkopnya Jakarta sama. Hampir semua nyaris sama. Yang beda cuma gaya hidup masyarakatnya aja,” tulis perempuan berusia 26 tahun itu.

Ketidakseimbangan Permintaan dan Penawaran

Pakar manajemen keuangan dari UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D., mengungkapkan, harga rumah semakin tinggi, karena permintaan lebih banyak dari penawarannya.

Menerjemahkan data dari Survei Harga Properti Residensial TW I 2019: Akselerasi Kenaikan Harga Properti Residensial Bank Indonesia (BI), Wayan menerangkan bahwa, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) rumah memang cenderung naik setiap kuartal.

Dalam kuartal pertama ini harga properti sudah naik rata-rata 3 persen.

”Ada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Permintaan sekitar 5-7 kali lipat dibanding penawaran. Sementara harga tanah itu naik, harga rumah juga naik,” uajr Wayan kepada KAGAMA, belum lama ini di ruang kerjanya.

Dalam kuartal pertama, laju jumlah unit rumah yang terjual agak turun, tetapi tetap saja permintaan dan penawaran tidak seimbang, sehingga menyebabkan harganya lama-kelamaan naik.

Hal ini terjadi di mana-mana, termasuk di negara maju.

Baca juga: Pemenang Lomba Cipta Citra Batik UGM 2019 Akui Dapat Inspirasi Dua Minggu Saja

Spekulan sebagai Faktor Lain

Selain itu, rumah bagi orang Indonesia juga melibatkan prestise, sehingga orang cenderung berani membayar berapa pun untuk membeli rumah.

Kecenderungan ini dimanfaatkan oleh faktor-faktor lain, misalnya spekulan yang membentuk harga.

“Spekulan itu orang atau investor yang menjadikan rumah atau properti sebagai ajang untuk memperoleh keuntungan, melalui peningkatan harga yang tidak seharusnya. Beli rumah untuk dijual lagi, berikutnya dibeli orang juga dijual lagi. Dia mencari kenaikan harga yang bukan fungsi dari rumah itu sebagai tempat tinggal,” tandasnya.

Faktor Perubahan Pola Hidup Milenial

Bersamaan dengan itu, dari sisi pembeli terdapat persoalan lain yaitu perubahan pola hidup.

”Pola pengeluaran milenial kadang-kadang walaupun nggak semua, kenyataannya porsi mereka untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis lebih diutamakan. Dan ini bertentangan dengan konsep pengelolaan uang untuk mempersiapkan masa depan,” ujar Wayan.

Menurutnya, milenial memiliki kecenderungan tidak terlalu konsen mempersiapkan masa depan mereka, terutama dalam hal menabung atau investasi.

“Mereka biasanya lebih mengutamakan konsumsi. Kita bisa lihat kafe yang menjamur di mana-mana. Nggak mungkin itu barang ada, kalau nggak ada permintaan. Sementara pendapatan yang diperoleh juga nggak memungkinkan,” jelas Kaprodi S1 Manajemen UGM ini.

Untung dan Rugi Menjadi Milenial

Di samping harga rumah naik, generasi milenial tidak bisa lebih mudah mengakses bank dibandingkan mereka yang sudah settle penghasilannya.

Hampir semua bank memberikan persyaratan pengajuan KPR yang mirip, rata-rata memberi syarat DP sebesar 30 persen.

Syarat lainnya yaitu dari sisi usia dan penghasilan.

Baca juga: Ganjar Pranowo Raih Piala Anggakara Birawa Berkat Sistem Pengaduan Terbuka Provinsi Jateng