Kisah Mendiang Simbah Iringi Perjalanan Hidup Prof. Adi Heru Sutomo

4047

Baca juga: Rencana Pemindahan dan Pembangunan Ibu Kota Baru Didiskusikan di Belanda

Arnold merasa beruntung bisa bertemu dengan Adi, dan Adi menemukan fakta bahwa lelaki tua yang menemui Arnold adalah Simbah Kakung Adi.

“Arnold selalu bilang don’t be so lonely here, i’m your father,” ujar dokter yang semasa mahasiswanya aktif di Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini.

Ketika Adi bertanya mengapa Arnold begitu tahu latar belakang kehidupan Simbahnya dan penyebab Simbah kakung bisa sampai ke London, Arnold tak bisa menjawab.

“Dia bilang so difficult to tell, you know but you don’t know. Ya nampaknya itu semacam ilmu kebatinan. Aneh, Arnold mengungkap sejarah keluarga kami,” ungkap pria yang juga menggemari olahraga taekwondo ini.

Sepulangnya dari London, Adi membawa Arnold ke rumahnya.

Sang Ibu mengatakan bahwa, Arnold mirip sekali dengan Simbah kakung Adi.

“Kata ibu Saya, simbahku ki londo. Saya baru tahu itu setelah pulang dari Inggris,” ungkapnya.

Adi (paling kanan) sat berlatih Taekwondo. Foto: Wempi
Adi (paling kanan) sat berlatih Taekwondo. Foto: Wempi

Baca juga: Almarhum Prof. Asip Hadipranata Sosok Pemikir Luas dan Peduli Hal-hal Kecil

Mengetahui hal tersebut, Adi langsung mendatangi makam Simbah kakung di Pacitan untuk mendoakannya.

Berkat kisah itu, terketuk hati Adi untuk menumbuhkan semangat toleransi.

Adi merasa dirinya lahir ke dunia dari perbedaan.

Dosen sekaligus dokter yang sudah mengabdi selama 34 tahun ini banyak belajar dari dosen-dosen muda.

Ngelmu sepuh Adi justru bersumber dari orang-orang yang dibimbingnya itu.

Adi kini padat dengan berbagai kegiatan, mulai dari pekerjaan hingga aktif berkegiatan sosial.

Meskipun demikian, pria yang selama 20 tahun menjabat sebagai Ketua PMI Kota Yogyakarta ini tak memiliki keinginan muluk-muluk.

Baca juga: Orkes Keroncong Adigita Gama Sabet Juara I Lomba Grup Keroncong 2019

Nderek Gusti, apapun yang diinginkan Saya pasrah. Nderek ilining toya, nderek tumiyuping angin. Saya sudah nggak punya kehendak apa-apa,” katanya.

Darah Jawa mengalir deras di tubuh Adi.

Semasa mahasiswa, dia gemar menulis geguritan (puisi Jawa), gagasan (Ide), dan kasarasan (Kesehatan) dalam bahasa Jawa, yang kemudian diterbitkan di Majalah Jaka Lodhang yang berbahasa Jawa.

Di samping itu, Adi hobi mengoleksi dan memelihara keris peninggalan keluarganya.

Sampai Adi menempuh studi di luar negeri pun, keris-keris itu dia bawa.

Adi bahkan menjadi Abdi Dalem Keprajan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, berpangkat bupati, dengan nama KRT Adi Heru Husodo. (Kinanthi)

Baca juga: Marak Ujaran Kebencian, Apa yang Harus Dilakukan Warganet?