Kisah Mendiang Simbah Iringi Perjalanan Hidup Prof. Adi Heru Sutomo

4047
Belajar dari GMNI, Adi Heru Sutomo bertekad menjadi seorang pejuang pemikir dan pemikir pejuang. Perjalanan hidup Adi hingga berkarier menjadi dokter sekaligus dosen tak lepas dari pengaruh mendiang Simbah. Uniknya di tengah perjalanan itu, seseorang mengungkap sejarah kehidupan keluarganya. Foto: Kinanthi
Belajar dari GMNI, Adi Heru Sutomo bertekad menjadi seorang pejuang pemikir dan pemikir pejuang. Perjalanan hidup Adi hingga berkarier menjadi dokter sekaligus dosen tak lepas dari pengaruh mendiang Simbah. Uniknya di tengah perjalanan itu, seseorang mengungkap sejarah kehidupan keluarganya. Foto: Kinanthi

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – “Nama belakang Saya Sutomo, itu pemberian Simbah Kakung. Beliau ingin Saya bisa menjadi dokter yang berjuang seperti dr. Sutomo.”

Masih terukir dengan baik ingatan Prof. Dr. dr. Adi Heru Sutomo, M.Sc., D.Comm.Nutr (62) tentang mendiang Simbahnya.

Saat ditemui KAGAMA beberapa waktu lalu di ruang kerjanya, Adi beberapa kali menyebut Simbah ketika bercerita panjang lebar tentang pengalaman hidupnya.

Dari situ terlihat Adi memang begitu dekat dengan Simbahnya.

Simbahnya turut mengiringi perjalanan hidup Adi sejak kecil hingga hari ini.

Nenek Adi, Rr. Djusiyah, putri Bupati Pacitan, merupakan wanita Jawa dari Kediri yang menikah dengan seorang dokter berkebangsaan Belanda.

Nama Jawa sang kakek adalah Imam, nama londo-nya Klerk.

Penghargaan relawan Palang Merah Indonesia DIY, 2016. Foto: Istimewa
Penghargaan relawan Palang Merah Indonesia DIY, 2016. Foto: Istimewa

Baca juga: Cara Tidur Nyenyak Saat Cuaca Panas Tanpa AC

Kakek dari garis ayah Adi menjadi juru tulis Belanda di Kota Kediri, Jawa Timur.

Buyut-buyut dan Adi juga menjadi dokter.

“Simbah (kakek) dari garis ibu, dr. Major Conrad seorang dokter di Pacitan, yang suka tilik wong cilik di sekitar kebon kopi dan teh di sana,” ujar pria asal Kediri, Jawa Timur ini.

Singkat cerita awal mula sepak terjang Adi. Simbah Putri Adi dari garis ibu, Sri Pamudji, suami dari Sadiman Prawiro, ketika itu ingin Adi belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya.

Namun, Adi dan Simbah Putri terpaksa mengubur impiannya kala itu.

Pada 1977, Adi pergi meninggalkan Kediri untuk menimba ilmu ke UGM di Yogyakarta.

Dengan isak tangis, Simbah Putri mengantar Adi ke Terminal Jayabaya.

Baca juga: Pencatatan Pernikahan, Pentingkah?