Candu Masyarakat pada Uang Elektronik, Good Life atau Happines?

1080

Baca juga: Soal Ekonomi Digital, Indonesia Perlu Buat Regulasi Khusus

Kepercayaan yang Terdistribusikan

Sidiq menjelaskan, uang elektronik berbentuk chip based (dalam bentuk kartu) dikelola oleh lembaga-lembaga finansial.

Namun, saat ini sudah terdesentralisasi ke perusahaan-perusahaan, misalnya perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, industri budaya dan film, dan masih banyak lagi.

Uang elektronik yang lebih sering digunakan berbentuk server based yang digunakan lewat aplikasi smartphone.

Ini merupakan kecenderungan global untuk menciptakan cashless society.

Kebiasaan milenial mengisi saldo uang elektronik hingga melebihi nominal uang fisik di dompetnya, menunjukkan fenomena desentralisasi tersebut.

Menurut Sidiq, ini hanya soal perpindahan kepercayaan publik, dari uang fisik ke uang elektronik.

Ada kepercayaan yang terdistribusikan.

Baca juga: Maryanto: Saya Satpam, Anak Nggak Boleh Jadi Satpam!

Di Balik Gencarnya Promo dan Diskon Digital Payment

Sebagian masyarakat awam mungkin sempat bertanya-tanya tentang gencarnya promo dan diskon digital payment.

“Promo itu sebenarnya ada yang bayar, bukan perusahaan merugi. Kita bayar lebih murah karena ada yang back up. Yang bayar ya venture capital. Mereka berinvestasi, sehingga ada yang diperoleh. Feedback-nya dari proses transaksi yang menggunakan banyak strategi, termasuk promo,” ungkap Sidiq.

Promo dan diskon jelas menguntungkan bagi konsumen.

Tetapi, perlu diketahui, konsumen membayarnya dengan data fikasi sosial, perilaku konsumen yang terekam lewat digital.

Dalam mencari data mereka menggunakan user experience.

Perilaku transaksi konsumen disimpan oleh perusahaan yang menggunakan platform-platform ini.

“Kalau kita pakai berbagai platform digital yang ada, ya kita merasa dimudahkan. Sebetulnya kita ikut berkontribusi dalam memproduksi mata uang baru dalam bentuk data itu, yang itu nanti menggerakkan ekonomi global. Kita bisa menjadi target, karena pola perilaku kita bisa dibaca, pola transaksi, trennnya ke mana, data kita bisa dijadikan komoditas untuk dijual,” ungkapnya.

Baca juga: Terobosan Sapto Amal Tingkatkan Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan RI