Akademisi UGM Peraih Anugerah DIKTENDIK Berprestasi 2019, Tegaskan Pentingnya Hilirisasi Riset

530

Baca juga: Prabowo dan Nadiem Makarim, Menteri Kabinet Indonesia Maju Terpopuler di Dunia Maya

Sementara kini, dia sedang merancang alat untuk membantu melancarkan tersumbatnya pembuluh darah di otak yang biasanya menyebabkan penyakit stroke.

Kemudian di bidang pengabdian, Alva juga terlibat dalam berbagai program.

Beberapa di antaranya seperti peningkatan mutu tapal kuda andong di titik nol kilometer, pengembangan Mina Pond untuk wisata edukasi dan rekreasi masyarakat di Desa Margodadi, Seyegan, Sleman, serta pembangunan hunian sementara bagi korban gempa di Mataram, Lombok.

Dia mengungkapkan, membantu masyarakat sudah menjadi kepuasan tersendiri baginya.

Terakhir mengenai pengajaran, Alva menyebut bahwa hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari kedua darma sebelumnya.

Sebab, apa yang dia ajarkan kepada mahasiswa biasanya tidak lepas dari hasil penelitian dan pengabdiannya.

Selama menjadi dosen Alva selalu menekankan kepada mahasiswanya untuk menjadi risk taker.

Baca juga: Membingkai Keberagaman Ala Gus Baha

Dia menerangkan, seorang insinyur tanpa memiliki keberanian maka hanya akan menghasilkan ide tanpa produk.

“Seorang insinyur dituntut untuk menjadi risk taker dan kreatif. Ketika mereka sudah memiliki keduanya maka hasilnya adalah inovasi,” ujarnya.

Alva mengungkapkan, sejujurnya dia tidak mengetahui pasti bagaimana penilaian juri sehingga mendapat peringkat 2.

Namun, Alva menduga penyebabnya ada pada kurangnya publikasi yang terindeks dan tersitasi.

“Karya Saya yang telah terindeks dan tersitasi kurang lebih hanya berjumlah lima saja. Sementara yang peringkat pertama indeksnya sekitar empat belas,” ungkapnya.

Namun, menurut Alva jika dilihat dari jumlah program, baik penelitian maupun pengabdian, dirinya lebih unggul secara kuantitas.

Hanya saja, semua itu masih belum banyak yang terindeks dan tersitasi.

Baca juga: KAGAMA Harus Ikut Membangun Bantul

Sementara bila produk yang dia kembangkan sudah masuk pasaran, maka Alva akan mendapat nilai lebih.

Dikatakan olehnya, jika sudah masuk pasaran tentu dampaknya bisa dilihat dari pemakaian tidak lagi dari indeks dan sitasi.

Oleh karena itu, Alva berpesan kepada sivitas akademika di UGM, utamanya para dosen, agar riset-risetnya bisa sampai tahap hilirisasi.

“Bukan hanya untuk diakui dengan penghargaan, tapi saat ini kita memang butuh riset agar sampai dihilirkan produk hasilnya, termasuk di UGM juga. Saya pernah ke Italia, di sana bisa mencapai 100 riset yang dihilirisasi per tahunnya. Begitu juga di Korea, tetapi 500 per lima tahunnya. Kita lihat perkembangan di sana, dari otomotif, teknologi, hingga infrastruktur sangat maju,” ungkapnya.

Melihat hal tersebut, Alva menyebutkan, jika tiap dosen bisa membuat satu penelitian dalam jangka waktu tertentu sampai tahap hilirisasi, hal itu akan memunculkan produk-produk baru yang bisa semakin menjamur.

Di samping itu, juga akan menguatkan ketahanan ekonomi negeri ini.

“Yang membuat bangkrut negeri ini adalah riset-riset yang telah didanai, tetapi tidak ada produknya, hanya sampai publikasi saja. Padahal, dana riset tersebut juga dari rakyat, tentu harus kita kembalikan ke rakyat dalam bentuk produk yang bermanfaat. Mari kita bersama mengingat dan memperbaiki hal ini,” tuturnya. (Kinanthi)

Baca juga: Munas KAGAMA ke XIII Bakal Jadi Ruang Diskusi untuk Wujudkan Cita-cita Kebangsaan