Soal Kerusuhan Papua, Gugus Tugas Papua UGM Rekomendasikan Enam Hal Ini

606

Baca juga: Jogja Aman dan Nyaman bagi Warga Papua

Sebab, sumber-seumber tersebut sudah ditempati oleh tenaga kerja dari luar Papua.

Tidak hanya dari segi kesempatan kerja, OAP juga kehilangan kesempatan untuk menduduki jabatan politik di DPRD.

Pasalnya, UU dan Sistem Pemilu tidak memberi proteksi untuk politisi OAP.

Kesulitan juga dialami manakala mereka berniat menjadi ASN.

OAP mengalami hambatan perihal persyaratan menjadi ASN yang sangat ketat.

Kebijakan sentralistk dibuat seragam, sehingga sulit bagi OAP untuk menembus kualifikasi.

Baca juga: Sambut Warga Papua di Jogja, Pratikno: Keterbatasan adalah Guru Paling Sempurna

Kebijakan Pemerintah yang Mencederai Harga diri OAP

Pokok pikiran berikutnya mengenai berbagai kebijakan pemerintah yang dirasakan oleh masyarakat, baik warga, pejabat, politisi dan kepala daerah, cukup melukai harga diri mereka sebagai OAP.

Latar belakang ini bisa memicu terjadinya ledakan politik, termasuk munculnya berbagai tuntutan yang terjadi belakangan ini.

Kebijakan tersebut di antaranya UU 21/2001 dan UU 35/2008 (UU Otsus), terdapat instrumen kebijakan yang bertentangan UU Otsus.

UU ini tidak sepenuhnya memberikan kewenaangan khusus pada Pemerintah Probinsi Papua dan Papua Barat, serta Kabupaten Kota.

Kedua, pemerintah daerah kerap alami kesulitan dalam melayani kebutuhan masyarakat, karena sistem akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan dan keuangan berlaku secara nasional.

Baca juga: Gugus Tugas Papua UGM dan Wahid Institute Kerja Sama Wujudkan Papua Lebih Damai dan Maju