Asef Saeful Anwar : Komunitas PSK Jadi Modal Simbolis dan Sosial Sastrawan

1029

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Nama Umbu Landu Paranggi tidak dapat dilepaskan dari perbincangan dan pengaruhnya dalam sejarah dan perkembangan sastra di Yogyakarta dan Indonesia. Meski Umbu yang juga pernah menempuh studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM era 1970-an sudah meninggalkan komunitasnya, Persada Studi Klub (PSK) sejak akhir 1970-an, namun nama dan jejak kreatifnya selama di Yogya mendapat tempat istimewa di kalangan kawan-kawan seniman umumnya dan sastrawan khususnya.
Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya UGM Asef Saeful Anwar kepada kagama.co, Selasa (30/7/2019) di FIB UGM Bulaksumur mengilustrasikan keberadaan dan peran PSK yang pernah didirikan Umbu berkontribusi bagi anggota komunitasnya. Saat ini sebagian besar dari mereka yang masih aktif berproses menulis tetap eksis dan produktif, baik yang berkarya dalam genre puisi maupun prosa.
Asef yang juga sastrawan asal Cirebon Jawa Barat kebetulan menyelesaikan tesisnya tentang komunitas PSK. Ia juga didaulat untuk membedah buku bertajuk “Metiyem : Pisungsung Adiluhung untuk Umbu Landu Paranggi”, Rabu (31/7/2019) pukul 19.30 di Pendopo utama Rumah Maiyah Jl Wates Km 2.5 Gg Barokah 287 Kadipiro Bantul Yogyakarta. Sejumlah sastrawan yang pernah tergabung dalam PSK, seperti Emha Ainun Nadjib, Iman Budhi Santosa, Sutirman Eka Ardana, Mustofa W Hasyim, dan Budi Sardjono juga akan menyampaikan testimoni.
Menurut Asef, dari risetnya tentang PSK, ia melihat seluruh anggota PSK merasakan kesatuan untuk meraih posisi dalam arena sastra nasional meskipun dengan cara mendua. Mereka baru bersaing ketika komunitasnya telah bubar dengan memanfaatkan modal-modal yang telah diraihnya selama berada di PSK.
“Di antara mereka, yang berhasil meraih posisi mapan dalam arena sastra nasional adalah Linus Suryadi AG, Korie Layun Rampan, dan Emha Ainun Nadjib. Keberhasilan mereka diraih dengan strategi-strategi pribadi, tetapi mengandalkan modal simbolis yang telah dikumpulkannya selama di PSK,” urai Asef.
Ditambahkannya, ketika mereka berhasil berada di posisi atas sastra nasional, mereka mencoba mengangkat karya dan nama para pendiri PSK dengan beragam cara meskipun tidak cukup berhasil. Meskipun demikian, apa yang mereka lakukan justru menciptakan posisi baru dalam arena sastra, yakni munculnya para pengasuh sastrawan.
Para pengasuh itu adalah anggota PSK yang memiliki sikap hidup seperti Umbu Landu Paranggi, Ragil Suwarno Pragolapati, dan Iman Budhi Santosa. Pencapaian para anggota yang lebih muda sebagai sastrawan mapan dan pelegitimasian para senior mereka sebagai pengasuh sastrawan menjadikan PSK sebagai komunitas yang telah menyumbangkan karya-karya dan orang-orang yang turut memberi warna dalam perkembangan arena sastra Indonesia.
“Jasa besar yang telah dilakukan PSK ini membuat beberapa anggota yang lain turut merasakan menumpuknya modal simbolis dan modal sosial yang sewaktu-waktu dapat dikonversikan menjadi keuntungan ekonomi,” pungkasnya. (Toto)