KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Dewasa ini sistem pendidikan nasional memiliki orientasi yang cenderung meninggalkan ajaran luhur Ki Hadjar Dewantara (KHD).
Taman Siswa sampai saat ini masih berpegang pada prinsip kebangsaan dan mengutamakan pemerataan pendidikan.
Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso menuturkan Perguruan Taman Siswa tidak bisa sepenuhnya mengkuti aturan pendidikan nasional saat ini yang lebih mengutamakan kompetisi siswa.
Di samping itu, tidak mudah bagi Taman Siswa untuk menetapkan biaya masuk sekolah yang tinggi kepada siswanya.
Meskipun hal itu diterapkan untuk perbaikan fasilitas dan kebutuhan pendidikan lainnya.
“Kalau untuk merata tidak boleh mahal. Jadi, bukan menjadi sekolah unggulan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang saja,” ujar pria yang sebelumnya pernah mengajar di Taman Siswa itu.
Baja juga: Berikut Rekomendasi Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) untuk Pendidikan Genarasi Emas
Irama Perjuangan Berbeda
Secara material, perguruan Taman Siswa tidak seperti sekolah-sekolah lain.
Siswa dibiarkan tumbuh dengan sendirinya.
Priyo menjelaskan idealnya siswa jangan dipaksa untuk berkembang dan berkompetisi.
Taman Siswa mengutamakan siapa yang mebutuhkan pendidikan.
“Kita memahami kodratullah dari anak. Mereka mempunyai cita-citanya sendiri. Apa yang menjadi suratan takdir Allah, itu yang kita kembangkan,” ujar anak dari seorang seniman mendiang Ki Hadi Sukatno itu.
Selain pemerataan dari segi latar belakang ekonomi dan kompetensi siswa, Taman Siswa berusaha menjadi sekolah yang inklusif.
Priyo sedikit bercerita tentang kondisi Taman Siswa yang sebagian siswanya adalah difabel.
Siswa yang bukan difabel sempat tidak cocok dengan siswa difabel.
Baca juga: Pendidikan Indonesia Perlu Berkaca pada Ajaran Luhur Ki Hadjar Dewantara