Kiki dan Diplomasi Ekonomi Indonesia-Rusia

523

DIPLOMASI ekonomi merupakan kegiatan nyata dan memberikan hasil-hasil yang sangat nyata, seperti kemaslahatan. Dalam konteks hubungan bilateral Indonesia-Rusia, saat ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi Indonesia untuk berkiprah di dunia internasional.

“Indonesia saat ini sudah menunjukkan bagaimana keinginan untuk membangun diri sendiri dan hasil-hasil yang nyata.”

Demikian disampaikan Minister Councellor Fungsi Ekonomi KBRI Moskow, Kiki Tjahjo Kusprabowo, kepada KAGAMA, belum lama ini. Lulusan Prodi Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) angkatan 1983 ini bercerita tentang hubungan ekonomi Indonesia-Rusia baru-baru ini yang mengalami kemajuan yang membanggakan.

Sebagaimaa diketahui, pada 2016 nilai perdagangan Indonesia-Rusia meningkat pesat, yakni sebesar US2,1 miliar dengan surplus US410 juta bagi Indonesia. Kenaikan ini cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya yang tercatat hanya sebesar US1,1 miliar. Sementara nilai investasi Rusia di Indonesia mencapai US5,5 juta dialokasikan untuk 32 proyek.

Kiki, sapaan akrabnya, bercerita bahwa selagi Rusia membuka diri dan semakin memandang negara-negara Timur sebagai mitra, hal ini merupakan suatu kesempatan emas bagi Indonesia. “Saya beserta tim betul-betul membanggakan Indonesia dengan capaian ini. Dan, di situ tugas bagi kami untuk mempromosikan Indonesia di semua bidang lini, termasuk saya di Ekonomi. Pak Jokowi, Bu Menlu (Retno Marsudi – red) juga sangat menekankan diplomasi ekonomi,” ungkapnya.

Kota Yogyakarta yang ramah dan beragam mengasah kepribadian Kiki hingga menjadikannya cakap sebagai diplomat (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)
Kota Yogyakarta yang ramah dan beragam mengasah kepribadian Kiki hingga menjadikannya cakap sebagai diplomat (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)

Pria yang dulunya bercita-cita menjadi pilot, kini menjabat Minister Councellor Fungsi Ekonomi KBRI Moskow. Kesehariannya membantu Kepala Perwakilan dalam upaya meningkatkan hubungan dan kerjasama ekonomi bilateral RI-Rusia, khususnya di sektor investasi dan pariwisata. Seperti halnya Festival Indonesia di Rusia pada 20-21 Agustus 2016 lalu, menurut Kiki sangat membanggakan.

“Itu festival solo Indonesia pertama di Rusia sejak hubungan bilateral diplomatik Indonesia-Rusia. Dan, itu sukses sekali. Eventnya ada dua, pertama kunjungan Pak Jokowi ke Rusia pada Mei 2016. Setelah itu disambung dengan kegiatan festival yang nyata sekali. Setelah itu intensitas hubungan kita sangat-sangat luar biasa,” kisahnya.

Festival yang baru diadakan sejak KBRI berdiri pada 1954 ini diisi dengan penampilan tarian dari berbagai daerah di Indonesia, kuliner, fashion, pergelaran wayang kulit, dan gamelan. Tak hanya itu, pameran produk dan workshop membatik turut memeriahkan acara.

Meskipun profesi sebagai diplomat bukan cita-cita pertama Kiki, dirinya mengaku mempunyai ketertarikan bergaul dengan masyarakat internasional, terutama ketika menempuh studi Sastra Perancis FIB UGM. Bungsu delapan bersaudara ini bercerita, ketika lulus SMA dan hendak mendaftar pilot, kakak sepupunya mengalami kecelakaan.

“Ada rasa khawatir dari Ibu, ya saya menuruti kemauan ibu,” tandasnya. Selama kuliah, keseharian Kiki juga diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menunjang. Lembaga Indonesia Perancis (LIP) adalah kampus keduanya. Di sanalah ia mengasah keterampilan bahasa Perancis, termasuk ikut kegiatan seni, drama, pemutaran film, dan banyak membaca di perpustakaan.

Kiki : tertarik bergaul dengan masyarakat internasional (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)
Kiki : tertarik bergaul dengan masyarakat internasional (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)

Terasah di Yogyakarta

Kecakapan Kiki selama bertugas sebagai diplomat diakuinya terasah melalui keramahan dan keberagaman Yogyakarta. Sebagai anak kos, ia kerap berkunjung ke kos-kosan sekitar, bergaul dengan masyarakat, bahkan ikut ronda. Menurut pria asal Semarang ini, kohesivitas keakraban antarmasyarakat di sekeliling sangatlah erat.

“Saya ikut jimpitan. Sistematika jimpitan itu merupakan suatu terapan rasa kekeluargaan antarwarga. Itu yang saya benar-benar kagum sekali. Di rumah (Semarang – red.) nggak ada.”

Sejak tahun 1990 bergabung di Deplu, hingga bertugas di beberapa negara seperti KBRI Canberra (1994-1998), KBRI Warsawa (2000-2004), Dili (2007-2009), Sidney (2009-2011), dan kini bertugas di Moskow, teman sekelas Seno Samodro (Bupati Boyolali) ini mempunyai satu resep untuk berbaur dengan masyarakat tempat ia bertugas.

“Saya suka bergaul dengan masyarakat setempat untuk memperlancar bahasa Rusia saya, ikut sosialisasi, pergi ke pasar-pasar tradisional, ngobrol sama pedagang,” kisahnya.[Taufiq Hakim]