Mitos Perlu Diakomodasi dalam Sejarah Lokal

826

YOGYAKARTA, KAGAMA – Penulis sejarah lokal sering dihadapkan pada mitos yang dipercaya masyarakat benar-benar pernah terjadi di masa lampau. Menghadapi kenyataan tersebut peneliti seyogyanya tetap mengakomodasi sistem kepercayaan atau pola pikir masyarakat yang dijadikan objek kajian. Mengingat, mitos boleh jadi memang sebagai cara masyarakat mengemas informasi di masa silam.

Sejarawan dan dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Dr Sri Margana, M Hum mengungkapkan hal itu dalam Workshop Penulisan Sejarah, di Sheraton Mustika Hotel Yogyakarta. Masyarakat di masa silam memiliki cara tersendiri dengan mengamuflase sebuah fakta.

“Semakin tak masuk akal seharusnya semakin digali. Karena, metode umum penulis babad ketika ia menemukan sesuatu yang sensitif, yaitu dengan pasemon. Tujuan mitos bisa sebagai legitimasi, kepentingan politk ataupun negosiasi,” terangnya.

Selain Sri Margana, sejumlah narasumber yang menyampaikan materi dalam workshop yang diselenggarakan Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, antara lain peneliti dan dosen Universitas Indonesia Dr Bondan Kanumoyoso, Dr Farabi Fakih (FIB UGM), Kepala Balai Bahasa Yogyakarta Dr Tirto Suwondo, M Hum, dan peneliti di Institut Sejarah Sosial Indonesia M Fauzi.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Pelestarian Nilai Budaya DIY Drs Sumardi, MM, Kamis (2/3/2017) malam saat menutup workshop mengatakan kegiatan serupa juga dilaksanakan di kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya dengan jumlah peserta 50 orang di masing-masing kota. Peserta dengan jumlah total 200 orang merupakan hasil seleksi berdasarkan outline rencana penelitian yang dikirim melalui online. Peserta dibatasi khusus untuk penulis yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu sejarah.

Tujuan workshop, lanjut Sumardi, terutama untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan dalam menulis bidang sejarah. Atau, untuk meningkatkan kompetensi penulis dalam menulis sejarah. Sehingga, tumbuh kecakapan serta kemampuan untuk lebih menggunakan metode ilmu sejarah.

“Mungkin kita sudah mengenal model kompetensi, yaitu motif, right, self concept, dan skill. Penulisan bidang sejarah mencakup aturan tertentu. Self consept adalah sikap atau nilai atau imajinasi seseorang tentang peristiwa masa lalu. Pengetahuan yang diberikan dan diterima oleh peserta.  Keterampilan merupakan bentuk pengerjaan tugas fisik maupun mental yang diharapkan dari workshop peserta lebih terampil dalam menggunakan model dan metode yang disampaikan narasumber,” ucapnya. (R. Toto Sugiharto)