Pemandangan Luar Biasa Antartika dari Kapal Shirase

885

ANTARTIKA, KAGAMA- Selama ekspedisi di Benua Antartika, kami akan tinggal di tenda dan diantar-jemput oleh helikopter untuk menuju ke lokasi berikutnya. Saat ini, Selasa (27/12/2016), saya masih berada di kapal ekspedisi Shirase.

Saya bersama 79 peneliti lainnya memulai ekspedisi Japan Antarctic Research Expedition ke-58 (JARE58) dalam rangka meneliti Antartika dari berbagai disiplin ilmu.

Total waktu yang kami lewati adalah empat bulan, termasuk perjalanannya. Ekspedisi akan berakhir pada 22 Maret 2017. Tujuan kami adalah mengetahui kondisi, fenomena yang terjadi, dan evolusi bumi dari data dan bukti-bukti yang kami jumpai di Antartika.

Banyak peneliti yang mendaftar dalam ekspedisi ini, seperti Malaysia, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Laos, tetapi yang terpilih hanya dari tiga negara, yaitu Indonesia, Srilanka, dan Mongolia.

Shirase adalah nama kapal ekspedisi yang kami gunakan untuk menuju ke Antartika. Nama Shirase diambil dari nama pimpinan ekspedisi Jepang pertama kali ke Antartika pada tahun 1911.

Kapal yang memiliki nomor lambung 5003 ini memiliki spesifikasi berupa panjang 138 m, lebar 28 m, tinggi kapal 15.9 m, tinggi draft 9.2 m, dengan berat kosong 12,650 ton dan berat maksimum mencapai 20,000 ton.

nugroho-penguin-carnival

Shirase dapat berlayar dengan kecepatan maksimum 19 knot, daya jelajah 30,000 mil, dan mampu mengangkut tiga helikopter. Shirase memiliki kemampuan untuk memecah es dengan ketebalan 1.5 m, mengangkut 80 penumpang dan material seberat 1,100 ton.

Sebagai kapal riset ekspedisi, shirase dilengkapi dengan peralatan observasi atmospheric, oceanography, dan meteorology sekaligus pemrosesan data. Pada ekspedisi kali ini, Shirase membawa serta tiga unit helikopter.

Dua helikopter bertipe CH bernomor lambung 91 dan 93 merupakan helikopter pengangkut logistik dan manusia. Satu helikopter berikutnya berukuran lebih kecil bertipe AS yang diperuntukkan untuk rescue dengan daya muat terbatas hanya empat orang saja.

Pemandangan di luar kapal sangat luar biasa karena saat ini kapal berhenti di tengah lautan es di daerah Teluk Lutzow-Holm yang berjarak kira-kira 10 km dari Stasiun Penelitian Syowa milik Jepang dengan koordinat S 69 01 02.71 dan E 39 15 73.42.

nugroho-iceberg-and-whale

Selisih waktu dengan Indonesia adalah empat jam lebih awal dari pada Indonesia. Kondisi di luar kapal sangat dingin dengan suhu rata-rata – 5 C, tidak ada badai dan matahari selalu bersinar 24 jam.

Teknologi pemecah es
Karena Shirase dilengkapi teknologi memecah es maka jalur pelayaran Shirase di atas es menjadi lautan terbuka selebar tubuh kapal. Hal ini dimanfaatkan rombongan penguin Adelie untuk mencari ikan di sepanjang jejak yang ditinggalkan oleh Shirase. Sering kali di bagian belakang kapal menjadi tempat berkumpul para penguin.

Dari tempat kapal berhenti, ke arah tenggara kami bisa melihat Pantai Soya di Timur Laut Antartika yang tertutupi es tebal dengan morfologi pegunungan.

Bagian atas dari pegunungan tersebut tidak tertutupi salju. Struktur foliasi bertipe gneissik sangat jelas terlihat menggunakan teropong dan kamera berlensa tele.

Lokasi tersebut juga merupakan target penelitian kami nantinya. Pegunungan ini diberi nama Langhovde yang merupakan nama dari Norwegia berdasarkan negara penemu pertama kali yang berarti kepala panjang.

nugroho-lutzow_holm_03

Mewakili Indonesia dan UGM adalah sebuah kebanggaan dan prestasi bagi saya. Tentu saja hal ini tidak akan tercapai tanpa bantuan dari seluruh pihak terutama dari institusi tercinta Universitas Gadjah Mada.

Terima kasih sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Rektor Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D melalui jajarannya yang selalu memberikan bantuan baik moril maupun materiil hingga saya dapat mengikuti kegiatan ekspedisi ini.

Insyaallah amanat menjunjung tinggi dan menjaga nama baik Indonesia dan institusi UGM akan saya laksanakan dengan sebaik-baiknya. (Nugroho Imam Setiawan, S.T, M.T, PhD, peneliti dan dosen dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM)