19 Tahun Jadi Jurnalis, Alumnus Sosiologi UGM Ini Merasa Terbantu dengan Ilmunya Selama Kuliah

1196

Baca juga: Menyantap Tongseng Legendaris Khas Bantul Tanpa Khawatir Darah Tinggi dan Kolesterol

Luki merasa beruntung bisa belajar Sosiologi. Andaikan Luki kuliah di jurusan lain, belum tentu dirinya bisa memiliki mata pisau analisa seperti itu.

Hampir 19 tahun berkarier sebagai jurnalis, dirinya merasa terbantu dengan latar belakangnya yang berasal dari ilmu sosial.

Dia melihat Sosiologi bisa berbicara banyak tentang isu-isu yang ditemui selama di lapangan.

“Awalnya bingung adakah keterkaitan Sosiologi dengan kehidupan sehari-hari. Tetapi, persolan di Indonesia semakin kompleks. Tiba-tiba Sosiologi menjadi relevan dengan berbagai persoalan itu,” jelasnya.

Menjadi jurnalis perempuan merupakan tantangan tersendiri bagi Luki. Dikatakan olehnya, dunia jurnalistik mayoritas ditempati oleh laki-laki.

Baca juga: Apresiasi Dubes Salman Al Farisi kepada Diaspora Pejuang Kuliner Indonesia di Afrika Selatan

Namun, di tempatnya bekerja, dua tahun terakhir perusahaan dipimpin oleh pemimpin redaksi perempuan.

Menurutnya, itu merupakan salah satu bukti bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin atau pengambil kebijakan tertinggi. Tetapi memang tidak mudah dalam prosesnya.

Apalagi perusahaan tempatnya berkerja sudah berumur sekitar 50 tahun dan pemimpin redaksinya saat ini merupakan pemimpin redaksi perempuan pertama.

“Jurnalistik itu dunia yang sangat dinamis. Akan ada banyak perubahan. Menghadapi itu memang perempuan harus bekerja lebih keras.”

“Ketika laki-laki bekerja satu kali lebih keras, perempuan itu harus bekerja dua kali lebih keras, hanya untuk menunjukkan bahwa mereka bisa seperti jurnalis laki-laki,” tuturnya.

Baca juga: Walikota Genius Umar: Pariwisata Perlu Dibuka Secara Bertahap