Menjadi Bagian Kekuasaan, Ujian Besar Untuk Kaum Intelektual

428

Di satu sisi secara kuantitas tingkat kepadatan intelektual yang menggeluti ilmu-ilmu sosial, terutama politik dan pemerintahan semakin tinggi. Dimana label intelektual kadang dihadirkan dengan beragam penyebutan misalnya ahli, pengamat dan sebagainya dan itu semakin mudah untuk disematkan pada sembarang orang.

Sementara, disisi lain, secara kualitas terjadi proses pendangkalan produksi ilmu pengetahuan dan metode pemecahan masalah-masalah kemanusiaan.

“Dari waktu ke waktu, kita menyaksikan pengetahuan yang dihasilkan semakin monolitik. Sesuatu yang menurut saya mengungkapkan kealpaan pertarungan ide, perspekstif, apalagi paradigma dalam proses produksi ilmu pengetahuan sosial Indonesia kontemporer,” ucapnya.

Conny menuturkan, disepanjang pergaulan dan interaksi yang ia alami dengan banyak pelaku di dunia politik, iapun menyaksikan sebagian dari mereka gagal pada jebakan yang paling sederhana yaitu ketika mendapat kekuasaan, dimana menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang wajar, sesuatu yang normal.

Sementara begitu banyak pelaku politik tergagap menerima kekuasaan dan berakhir dengan perilaku membelakangi akal sehat, dan menampakkan diri sebagai manusia kemaruk yang gila hormat.

Oleh karena itu, katanya, ujian terbesar seorang intelektual bukanlah pada kemampuan dan kesiapannya untuk dengan lantang memaki kekuasaan dan para pelakunya, melainkan justru ketika ia bisa bersahabat dan menjadi bagian dari kekuasaan sembari tetap mampu menjaga kewarasan dan karakter dasar intelektual, dengan berpikir bebas dan bertindak bijak bagi kepentingan kemanusiaan.

Sejumlah pejabat penting hadir dalam pengukuhan kali ini. Di antaranya 5 Menteri Kabinet Kerja Indonesia, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Perhubungan, selain itu hadir pula Sekjen PDI, Wakil MPR RI dan Wakil Menteri ESDM. (Humas UGM/ Agung; foto: Firsto)